I.
PENGERTIAN
1.
Febris Thypoid adalah infeksi
sistemik yang disebabkan oleh kuman Salmonella
typhosa dan Salmonella paratyphi A,
B, C yang menyerang pada usus halus di daerah ileum. (Sacharin, 1996)
2.
Febris Thypoid adalah penyakit
infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam 1 minggu/lebih dan disertai
gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.
(Rampengan, 1997)
3.
Febris Thypoid adalah penyakit
infeksi akut pada usus halus. (Juwono, 1996)
4.
Febris Thypoid adalah penyakit
infeksi usus yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala
dimana lebih dari 1 minggu, gangguan pada saluran pencernaan serta dengan/tanpa
gangguan kesadaran. (Hasan, 1985)
5.
Febris Thypoid adalah penyakit
infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih
dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran. (Mansjoer,
2000).
6.
Febris Thypoid adalah suatu
penyakit infeksi akut usus halus yang menyerang pada saluran pencernaan disebabkan
oleh kuman Salmonella typhi atau typosa dari terkontaminasinya air atau makanan
dimana bias menyebabkan enteris akut dan gangguan kesadaran. (Noer, 1996).
II.
ETIOLOGI
Penyebab febris typoid adalah kuman
typosa dan salmonella parathipi A, B dan C memasuki tubuh penderita melalui
saluran pencernaan. (Noer, 1996).
Penyebab febris typoid adalah kuman
Salmonella typosa, yang merupakan basil gram negative bergerak dengan rambut
getar dan tidak berspora.
Kuman mempunyai 3 macam :
1.
Antigen O (Ogne Houch) Somaus
(terdiri dari rantai kompleks lipopoli sakarida).
2.
Antigen H (Houch) terdapat pola
flagella.
3.
Antigen V1 (kapsul) merupakan
kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis.
(Hasan, 1991).
III.
PATOFISIOLOGI
Kuman Salmonella typhi masuk ke dalam
saluran pencernaan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi atau
tercemar, sebagian kuman akan mati akibat barier asam lambung, tetapi sebagian
lagi hidup dan lolos ke dalam usus halus dan apabila bakteri masuk bersama-sama
cairan maka terjadi pengenceran asam lambung yang mengurangi yang daya hambat
terhadap mikroorganisme penyebab penyakit yang masuk akan menurun pada waktu
terjadi pengosongan lambung sehingga bakteri dapat lebih leluasa masuk ke dalam
usus halus. Sesampainya di usus, bakteri akan menembus masuk dan bersarang
dijaringan limfoid pada dinding usus halus. (plaque peyeri) dan menimbulkan
peradangan usus halus, kemudian berkembang biak dalam plak peyeri dan lama
kelamaan plak peyeri akan membengkak dan menekan dinding usus sehingga terjadi
nekrosis dan akhirnya pecah. Akibatnya kuman akan tersebar melalui darah
(sentikemia), dan menginvasi seluruh organ dan paling sering tersebar ke dalam
hati, limpa dan kelenjar limfe, dimana septiremia (RES) kemudian terjadi pada
kelenjar limfe, hari dan limpa mengalami pembesaran sehingga klinik terjadi
jelas.
IV. PATHWAYS
V.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Ngastiyah (2005)
1.
Pemeriksaan darah tepi.
Terdapat gambaran leucopenia,
limfositosis, dan aneosinofilia pada permulaan sakit mungkin terdapat anemia
dan trombositopenia ringan.
2.
Darah untuk kultur dan widal.
Biakan kultur (empedu) untuk
menemukan Salmonella typhosa dan widal merupakan pemeriksaan yang dapat
digunakan untuk menentukan diagnosis typus abdominalis.
3.
Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT seringkali
meningkat, tetapi kembali ke normal setelah sembuhnya febris typoid.
VI.
PENATALAKSANAAN
1.
Bedrest total selama demam
sampai dengan 2 minggu normal kembali. Seminggu kemudian boleh duduk dan
selanjutnya berdiri dan berjalan.
2.
makanan halus mengandung cukup
cairan, kalori dan tinggi protein, tidak boleh mengandung banyak serat, tidak
merangsang ataupun menimbulkan banyak gas.
3.
Obat terpilih adalah
Cloramphenicol 100 mg/Kg BB/hari dibagi dalam 4 dosis selama 10 hari. Dosis
maksimal Cloramphenicol 2 gr/hari. Cloramphenicol tidak boleh diberikan bila
jumlah leukosit kurang dari 2000/ul. Bila alergi dapat diberikan golongan
penicillin atau Cotrimoksasol. (Ngastiyah, 2005).
VII. MANIFESTASI KLINIK
Pada minggu pertama, keluhan dan
gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri
kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, kkonstipasi atau diare, perasaan
tidak enak diperut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya
didapatkan pemeriksaan suhu tubuh.
Pada minggu kedua, gejala0gejala
menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi, lidah kotor, hepatomegali,
splenomegali, gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma. (Rampengan,
1993).
Menurut Ngastiyah
(2005) :
Gejala prodromal seperti perasaan tidak
enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, anfsu makan
berkurang.
Gejala klinis yang biasa ditemukan.
1.
Demam-demam biasanya
berlangsung 3 minggu, bersifat febris remiten dan suhu tidak tinggi sekali.
Pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, menurun pada
pagi hari dan meingkat pada sore hari dan malam hari. Dalam minggu kedua pasien
terus dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga suhu berangsur-angsur turun dan
normal kembali.
2.
Gangguan saluran pencernaan
nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kotor, perut
kembung, hati dan limfa membesar disertai nyeri pada perabaan, dapat disertai
konstipasi atau diare.
3.
Gangguan kesadaran, biasanya
kesadaran apatis atau somnolen, jarang terjadi spoor, koma, atau gelisah
(kecuali penyakit berat. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan
rosella (bintik-bintik kemerahan).
VIII. KOMPLIKASI
1.
Perforasi usus.
2.
Perdarahan usus.
3.
Peritonitis.
4.
Sepsis.
5.
Dehidrasi
(Ngastiyah, 2005).
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN FEBRIS THYPOID
I.
PENGKAJIAN
·
Kaji identitas pasien.
·
Keluhan utama atau hal yang
paling dirasa.
·
Riwayat penyakit sekarang.
Kapan mulai muncul keluhan, tanggal muncul, waktu
muncul.
Ada tidaknya gejala lin yang berhubungan.
Hal yang dapat meningkatkan dan mengurangi keluhan.
Pengobatan dan terapi yang sudah diberikan.
Data subjektif.
a.
Rasio berat badan
Kehilangan BB dengan asupan makanan yang adekuat.
BB 20% atau lebih dibawah BB ideal untuk tinggi badan
dan bentuk normal.
b.
Tingkat aktivitas
Berkurangnya aktivitas, tampak lesu.
Data objektif
a.
Data Umum
1.
Perubahan rambut.
Warna lebih kemerahan, halus dan
mudah lepas bila ditarik.
2.
Turgor kulit lembab.
3.
Tinja yang encer.
Disebabkan gangguan penyerapan makanan.
4.
Hilangnya lemak diotot dan
dibawah kulit.
5.
Adanya demam.
Kemungkinan adanya anemia yang tidak berat.
Data Dasar Pengkajian (Doengoes, 471)
- Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelemahan,
kelelahan, malaise, cepat lelah.
Insomnia, tidak tidur semalaman.
Merasa gelisah dan ansietas.
Pembahasan aktivitas.
- Sirkulasi
Tanda : Takikardi.
Kemerahan, area ekimosis.
TD ; Hipotensi, termasuk hipotensi.
Kulit / membrane mukosa ; turgor buruk, kering, lidah
pecah-pecah.
- Integritas ego
Gejala : ansietas, ketakutan, emosi
Factor stress akut / kronis.
Factor budaya.
Tanda : menolak, perhatian menyempit, depresi.
- Eliminasi
Gejala : tekstur feses bervariasi bentuk lunak sampai
bau atau berair.
Diare.
Perdarahan rectal.
- Makanan/cairan
Gejala : anoreksia, mual/muntah.
Penurunan BB.
Tidak toleran terhadap diit.
Tanda : penurunan masa otot.
Kelemahan, tonus otot dan turgor kulit buruk.
Membrane mukosa pucat.
- Hygien
Tanda : ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri.
Stomatitis.
Bau badan.
- Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri tekan pada kuadran.
Titik nyeri berpindah.
Tanda : nyeri tekan abdomen.
- Keamanan
Gejala ; peningkatan suhu.
Penglihatan kabur.
Alergi terhadap produk susu.
- Seksualitas
Gejala : frekuensi menurun / mengganggu aktivitas
seksual.
- Interaksi social
Gejala : masalah hubungan / peran sehubungan dengan
kondisi.
Ketidakmampuan aktif dalam social.
- Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat keluarga.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Hipertermi berhubungan dengan proses
infeksi penyakit.
2.
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan anoreksia.
3.
Konstipasi berhubungan dengan aktivitas
fisik tidak adekuat.
4.
Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan kelemahan umum.
5.
Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan tubuh dan dehidrasi. (Doengoes, 2000)
6.
Gangguan rasa nyaman (nyeri)
berhubungan dengan proses peradangan.
7.
Kurang pengetahuan tentang
proses penyakit, pengobatan dan perawatannya berhubungan dengan kurang
informasi.
(NANDA, 2005)
III. INTERVENSI
Dengan melihat pathways dan perumusan diagnosa
keperawatan dari diagnosa keperawatan yang menjadi focus intervensinya menurut
Doengoes (2000) adalah :
1.
Hipertermi berhubungan dengan
proses infeksi penyakit.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan suhu tubuh normal / proses infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil :
a.
Suhu badan dalam batas normal
(36,5°C – 37°C).
b.
Bebas dari tanda-tanda
hipertermi.
Intervensi :
a.
Monitor suhu tubuh tiap 2 – 4
jam.
Rasional: Suhu 38,9 °C-41,1 °C merupakan proses penyakit infeksius akut. Pola demam dapat
membantu dalam diagnosis.
b.
Pelihara lingkungan yang nyaman
dan tenang.
Rasional: Suhu ruangan yang sesuai (28 °C-30 °C) dapat mempertahankan suhu mendekati
normal.
c.
Berikan kompres hangat untuk
suhu diatas 38°C.
Rasional: Dapat membantu mengurangi demam. Penggunaan air es/alcohol
mungkin menyebabkan kedinginan, peningkatan suhu secara actual.
d.
Kolaborasi pemberian antipiretik,
monitor efektifitas obat setelah 30-60 menit.
Rasional: Untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada
hipotalamus.
e.
Berikan pakaian yang tipis
untuk menghindarkan menggigil akibat penyaluran panas.
Rasional: Meningkatkan penguapan kalor/panas tubuh.
2.
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan anoreksia.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan,
gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi.
Kriteria hasil :
a.
Menunjukan peningkatan berat
badan mencapai rentang yang diharapkan.
b.
Menyiapkan pola diet dengan
masukan kalori adekuat untuk mempertahankan berat badan.
c.
Menyatakan pemahaman kebutuhan
nutrisi.
Intervensi :
a.
Kaji status nutrisi, faktor
penyebab anoreksia, gangguan rasa rongga mulut, kemampuan menguyah dan makan
serta obat-obatan.
Rasional: Membantu menciptakan rencana perawatan/pilihan
intervensi.
b.
Beri makanan dalam porsi kecil
dengan frekuensi sering sesuai kemampuan.
Rasional: Pemberian makan secara bertahap dapat membantu
meningkatkan asupan nutrisi adekuat dan merangsang peningkatan peristaltic usus.
c.
Upayakan peningkatan selera
nafsu makan dengan penyediaan makanan yang disukai klien dengan lingkungan yang
bersih untuk mencegah mual dan anoreksia.
Rasional: Makanan adalah bagian dari peristiwa social
dan nafsu makan dapat meningkat dengan sosialisasi.
d.
Jelaskan manfaat nutrisi bagi
klien terutama saat klien sakit.
Rasional: Memberikan informasi kepada klien dan keluarga
tentang nutrisi yang tepat dan memungkinkan terjadinya perubahan pola hidup.
e.
Kolaborasi dengan tim gizi
dalam pemberian nasi tim / diit.
Rasional: Menetapkan program nutrisi spesifik untuk
memenuhi kebutuhan individu pasien.
f.
Kolaborasi dalam pemberian cairan
per enteral bila nutrisi sulit dicapai.
3.
Konstipasi berhubungan dengan
aktifitas fisik tidak adekuat.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan pola eliminasi BAB normal (1x sehari).
Kriteria hasil :
a.
Mendapatkan kembali pola fungsi
usus yang normal.
b.
Mengeluarkan feses
lunak/konsistensi agak berbentuk tanpa mengajan.
Intervensi :
a.
Kaji pola sebelumnya dan
bandingkan dengan pola yang sekarang.
Rasional: Untuk mengetahui adanya gangguan pola eliminasinya dan
menentukan intervensi selanjutnya.
b.
Auskultasi bising usus, catat
lokasi dan karakteristiknya.
Rasional: Bising usus merupakan kerja usus dalam mencerna dan
transportasi dalam system pencernaan.
c.
Observasi adanya distensi
abdomen.
Rasional: Distensi teraba bila ada tahanan dan sumbatan abdomen.
d.
Kenali adanya tanda-tanda
sumbatan.
Rasional: Sumbatan abdomen dapat teraba massa yang merupakan penumpukan/penimbunan
feses.
e.
Anjurkan pasien untuk minum
lebih banyak (minimal 2000 ml).
Rasional: Mampu menurunkan resiko iritasi mukosa/diare.
f.
Anjurkan pasien untuk
makan-makanan berserat.
Rasional: Mampu meningkatkan kerja usus sehingga
motilitas usus dapat meningkat dan memperlancar pembuangan feses dan memperkuat
feses.
4.
Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan kelemahan umum.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan di
harapkan aktivitas dalam batas normal.
Kriteria hasil :
a.
Berpartisipasi dalam aktivitas
yang diinginkan.
b.
Melaporkan peningkatan dalam
toleransi aktivitas yang dapat diukur.
c.
Menunjukan penurunan dalam
tanda-tanda intoleransi fisiologi.
Intervensi :
a.
Anjurkan pasien bedrest dan
jelaskan cara dan tujuan bedrest.
Rasional: Memaksimalkan sediaan energi untuk tugas
perawatan diri.
b.
Anjurkan pasien melakukan
aktivitas secara bertahap dan sederhana.
Rasional: Melatih kekuatan otot secara bertahap dan
menghindari kekakuan otot.
c.
Monitor TTV.
Rasional: Mengetahui efek aktifitas terhadap keadaan
umum pasien.
d.
Lakukan alih posisi setiap 2
jam sekali.
Rasional: Mencegah terjadinya kerusakan integritas kulit
(Dekubitus).
e.
Menjelaskan aktivitas yang boleh
dilakukan.
Rasional: Meningkatkan kemandirian dan kepercayaan diri
yang memungkinkan meningkatkan keinginan untuk berpartisipasi.
f.
Pertimbangkan efek aktivitas
dan kaji hal yang terjadi sebelum dan sesudah aktivitas.
Rasional: Mencegah terjadinya cidera dan komplikasi
lanjut dan menentukan intervensi selanjutnya.
5.
Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan cairan tubuh dan dehidrasi. (Doengoes, 2000).
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan keseimbangan cairan dapat terpenuhi.
Kriteria hasil :
1.
Mampu mempertahankan
keseimbangan cairan.
2.
Menyatakan pemahaman factor
penyebab dari perilaku yang perlu untuk memperbaiki deficit cairan.
Intervensi :
a.
awasi jumlah dan tipe masukan
cairan.
Rasional: Penurunan haluaran urine dan berat jenis akan
menyebabkan hipovolemia.
b.
monitor tanda-tanda vital,
status membrane mukosa, turgor kulit.
Rasional: Memantau tanda-tanda dehidrasi.
c.
dorong pasien untuk
meningkatkan masukan oral bila mampu.
Rasional: Memenuhi kebutuhan cairan sehingga mampu mempertahankan
keseimbangan akan cairan.
d.
kolaborasi dengan tim medis
dalam pemberian cairan tambahan I.V sesuai indikasi.
Rasional: Sejumlah besar cairan mungkin dibutuhkan untuk
mengatasi hipovolemi relatif, menggantikan kehilangan dengan meningkatkan
permeabilitas kapiler dan meningkatkan sumber-sumber tak kasat mata.
6.
Gangguan rasa nyaman (nyeri)
berhubungan dengan proses peradangan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan nyeri teratasi.
Kriteria hasil :
1.
Menyatakan nyeri berkurang /
terkontrol dengan skala nyeri 1 (0 – 5).
2.
Pasien tidak menangis
kesakitan.
Intervensi :
a.
Kaji skala nyeri, lokasi,
karakteristik dan perubahan nyeri.
Rasional: Karakteristik dan skala nyeri dapat
mengidentifikasi luas/beratnya masalah dan dapat menunjukkan penyebaran
penyakit/terjadinya komplikasi.
b.
Berikan posisi yang nyaman.
Rasional: Dengan posisi yang nyaman dapat menurunkan
sensitifitas saat nyeri timbul.
c.
Ajarkan teknik relaksasi.
Rasional: Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali
perhatian dan meningkatkan kemampuan koping.
d.
Catat respon terhadap obat, dan
laporkan pada dokter bila nyeri berkurang.
Rasional: Mengidentifikasi keberhasilan dan ketepatan
intervensi.
e.
Kolaborasi dalam pemberian
analgesic.
Rasional: Nyeri bervariasi dari ringan sampai berat dan
sperlu penanganan untuk memudahkan istirahat adekuat dan penyembuhan.
7.
Kurang pengetahuan tentang
proses penyakit, pengobatan dan perawatannya berhubungan dengan kurang
informasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan,
diharapkan pasien dan keluarga menunjukkan perubahan pola persepsi terhadap
penyakit typhoid dan perubahan pola hidup.
Kriteria hasil :
a.
Mampu mengidentifikasi hubungan
tanda dan gejala.
b.
Mencari sumber untuk membantu
mengidentifikasi perubahan.
Intervensi :
a.
Menentukan tingkat pengetahuan
keluarga dan pasien.
Rasional: Untuk menentukan intervensi pemberian informasi yang
dibutuhkan keluarga dan pasien.
b.
Kaji kebutuhan diet.
Rasional: Memberikan informasi pada pasien dan keluarga tentang
kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
c.
Berikan informasi tertulis
untuk pasien dan keluarga.
Rasional: Meningkatkan pengetahuan dan memperkuat daya
ingat keluarga dan pasien ssehingga memungkinkan perubahan pola hidup.
IV. EVALUASI
Dx. I
1.
Suhu badan dalam batas normal
(36,5 °C-37 °C).
2.
Bebas dari tanda-tanda hipertermi.
Dx. II
1.
Menunjukkan peningkatan berat
badan mencapai rentang yang diharapkan.
2.
Pola diet dengan masukan kalori
adekuat untuk mempertahankan berat badan.
3.
Menyatakan pemahaman tentang
kebutuhan nutrisi.
Dx. III
1.
Mendapatkan kembali pola fungsi
usus yang normal.
2.
Mengeluarkan feses
lunak/konsistensi agak berbentuk tanpa mengajan.
Dx. IV
1.
Berpartisipasi dalam aktivitas
yang diinginkan.
2.
Melaporkan peningkatan dalam
toleransi aktivitas yang dapat diukur.
3.
Menunjukan penurunan dalam
tanda-tanda intoleransi fisiologi.
Dx. V
1.
Mampu mempertahankan
keseimbangan cairan.
2.
Menyatakan pemahaman factor
penyebab dari perilaku yang perlu untuk memperbaiki deficit cairan.
Dx. VI
1.
Menyatakan nyeri berkurang /
terkontrol dengan skala nyeri 1 (0 – 5).
2.
Pasien tidak menangis kesakitan.
Dx. VII
1.
Mampu mengidentifikasi hubungan
tanda dan gejala.
2.
Mencari sumber untuk membantu
mengidentifikasi perubahan.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M. E. (1999). Rencana asuhan keperawatan. Edisi III. Jakarta: EGC.
Mansjoer, A. (2000). Kapita selekta kedokteran. Jilid 2.
Edisi III. Jakarta:
Media Aesculapius.
Ngastiyah. (2005). Perawatan anak sakit. Edisi II. Jakarta: EGC.
Sanstosa, Budi, (2005). Panduan diagnosa keperawatan NANDA 2005-2006
definisi dan klasifikasi. Jakarata: Prima Medika.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak.
(1985). Ilmu kesehatan anak. Jilid 2.
Jakarta: Info
Medika.
Hopefully Helpful ...